Buku PULIH, yang ditulis oleh 25 penulis ini membuka mata saya, dan mungkin banyak orang lain juga. Bahwa sesungguhnya amat penting bagi kita untuk menjaga kesehatan mental dan jiwa kita.
Sebab seringkali, kita terlalu fokus menjaga kesehatan fisik kita beserta keluarga. Terutama sebagai seorang ibu. Yang (seakan) tugasnya adalah menjaga dan memastikan suami dan anak-anaknya sehat secara lahir. Padahal semestinya, ada yang jauh lebih penting daripada itu. Yakni kesehatan mental dan jiwa kita.
Tentang Buku PULIH
Beberapa waktu lalu, Mbak Widyanti Yuliandari selaku ketua umum IIDN periode saat ini woro-woro perihal rencana penyusunan sebuah buku antologi yang mengangkat tema kesehatan mental serta penyeleksian kontributor. Saya, saat itu sempat tertarik. Namun merasa insecure dan menganggap diri ini cukup "sehat". Lantas, apa yang ingin diceritakan?
Namun ternyata saya salah. Beberapa waktu kemudian, ketika buku Pulih mulai sering diperbincangkan, saya merasa buku ini istimewa. Tidak hanya penulisnya yang spesial, namun juga proses di baliknya yang cukup panjang dan menguras emosi.
Bahwa ternyata, setiap penulis berhak berkonsultasi dengan pakarnya, dokter dan psikolog dari Ruang Pulih. Mereka ditemani dalam proses healing, untuk kemudian dapat berdamai dan menyehatkan kembali mental dan jiwa mereka yang sempat terluka, rapuh dan rendah. Untuk kemudian sembuh, bangkit dan berdiri karena memang mereka mampu untuk itu.
Sungguh, di bagian ini saya merasa haru. Luar biasa energi yang tersalurkan bersama buku Pulih ini. Saat buka Pre Order pun sebenarnya ingin sekali order namun terkendala dana. Alhamdulillah, ternyata saya bisa terlibat dalam Webinar Launching Buku Pulih sehingga tahu bagaimana proses di balik lahirnya buku ini. Dan insya Allah di masa open PO yang kedua ini berencana akan ikutan PO. Kamu, udah order belum?
Webinar Launching Buku Pulih
Sejatinya saya bersyukur bisa turut berpartisipasi dalam event yang keren ini. Para participant bisa bertanya langsung kepada dokter Maria Rini Indriarti, Sp. KJ dan Mbak Intan Maria Halim selaku founder Ruang Pulih.
Banyak hal yang didiskusikan pada event Bincang Pulih ini sehingga semakin membuka mata kita bahwa kesehatan mental dan jiwa kita harus benar-benar dijaga.
Selain sesi diskusi dan tanya jawab dengan Mbak Intan dan dokter Maria, juga ada sesi penjabaran proses penyusunan buku Pulih bersama mbak Widyanti Yuliandari.
Bahwa ide untuk buku ini pun beberapa menit jelang eksekusi. Dan benar saja, buku ini memberi banyak hal pada kita pembacanya, khususnya. Serta pada seluruh penulis dan siapapun yang terlibat dalam penyusunannya.
Makin kesini, kebutuhan akan buku Pulih makin meningkat. Semua orang merasa, kisahnya sungguh relate dengan dirinya. Begitupun dengan saya. Saya pun amat merasakan, ada sesuatu dalam diri saya di masa lalu yang belum selesai hingga hari ini. Membuat saya bingung, tak ada pegangan dan pijakan serta tak tau bagaimana menentukan sikap.
Inilah dimana saat diri kita membutuhkan obat, pas Bincang Pulih hadir, membawa warnanya sendiri untuk saya. Sehingga memantapkan diri ini bahwa harus mengolah rasa ini, menjalani proses healing dengan baik, hingga dapat "sembuh".
Peduli Akan Kesehatan Mental
Cukup mengejutkan bahwa ternyata WHO pernah menyatakan satu dari empat orang di dunia akan mengalami gangguan mental setidaknya satu kali dalam fase hidupnya.
Lantas, kembali meraba ke dalam diri, apakah diri ini sudah mengalami fase ini? Ataukah kaki ini justru melangkah kesana? Hiks, diri ini terlalu banyak menyimpan rahasia, lara, duka dan nestapa. Disimpan dan ditutup rapat-rapat, akankah ia kelak menjadi bom waktu yang bisa meledak suatu saat?
Sementara itu, sangat sedikit orang yang peduli akan kesehatan mentalnya. Amat jarang orang yang mengalami gangguan mental itu mendapatkan terapi sesuai yang dibuthkan. Bagaimana ini bisa terjadi?
Karena itulah, setelah mengikuti Bincang Pulih ini saya semakin menyadari pentingnya penanganan akan gangguan mental ini, baik yang ringan maupun berat.
Healing dengan Art Therapy
Dalam Sesi Bincang Pulih ini pula kami, diberikan sebuah media terapi dengan mewarnai mandala. Mandala ini melatih diri untuk mindfulness. Karena dengan mindfulness kita belajar untuk memisahkan keruwetan yang ada, untuk hadir secara utuh saat ini, menikmati keragaman warna dalam kehidupan.
Mandala self love ini membantu kita untuk sejenak berhenti dari segala kesibukan yang ada dan hadir penuh pada saat ini, meluapkan segala emosi yang ada dan mengekspresikannya pada warna.
Maka cintailah dirimu dengan apa adanya diri.
Bagaimana kamu menafsirkan hasil pewarnaan ini?
Saat mewarnai ini sih, aku merasa ada bagian diri yang lepas. Mungkin sedikit beban di hati telah hilang. Berganti perasaan nyaman, bahagia karena bisa mengekspresikan diri, dan jiwa pun merasa tenang.
Kalo kamu?