Tampilkan postingan dengan label poetry. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label poetry. Tampilkan semua postingan


 

Merekalah temanku. Dulu, kini dan nanti. 

Meski raga ini telah terpisah jarak dan waktu. Begitu jauh, begitu lama bahkan untuk sekedar bersua bertatap muka pun sulit apatah lagi berbagi rasa, berbagi duka, lara hingga tawa. 

Namun, kenangan itu kan slalu ada. Tertanam kuat di hati. Menaburkan asa hingga terlangitkan doa. Selalu, untuk kalian semua. Teman, sahabat rasa saudaraku. 

Sudah lama aku ingin menuliskan ini. Kisah tentang sahabatku saat di bangku kuliah. Teman yang baru kukenal 12 tahun belakangan. Teman yang membuat hidupku makin berwarna. Membuatku mengenal beragam seni kehidupan. Yang tak kutemui sebelumnya.

Masa Pengenalan

Di tahun pertama kuliah aku masih lugu. Gadis berkacamata yang amat taat peraturan. Berangkat ke kampus paling pagi, gak pernah mau terlambat. Setoran tahfidz tepat waktu. Jarang keluar asrama. Hidupku begitu lurus kala itu. Lempeng aja kaya jalan tol haha. 

Hingga di tahun kedua aku mulai mengenal kalian. Tak perlu kusebutkan satu per satu, ya. Next time akan kutuliskan di laman yang berbeda. 

Berangkat kuliah mulai santai, agak siang. Bahkan tak jarang aku terlambat masuk kelas. Entah kenapa aku rela aja ngelakuin hal itu. Padahal sejak zaman sekolah MTs hingga MA aku gak pernah mau terlambat, selalu berangkat pagi. 

Bersama kalian, aku enjoy ngelakuin itu. Beberapa kali bolos setoran tahfidz. Sering main keluar asrama, bahkan mulai aktif dalam kegiatan organisasi. 

Oh, masa kuliahku begitu berwarna bersama kalian. Benar-benar indah. Aku jadi tahu bagaimana rasanya menonton film di bioskop, menikmati pelayanan salon, hingga menapaki banyak kawasan Jakarta. Kalo aku gak bersama kalian, mungkin aku akan terus jadi mahasiswi yang kudet, lugu, culun dan gak tahu apa-apa mengenai dunia luar. 

Betapa ternyata di luar sana banyak hal baru yang tidak kita ketahui. Maka selamilah segalanya. Cobalah memandangnya dari berbagai perspektif. Agar tetap bisa bijak mengambil hikmah meski dari hal terburuk sekalipun.

Positif atau Negatif? 

Mungkin, kalian yang baca tulisanku ini akan menganggap pertemanan ini justru membawa ke arah negatif. Mereka membawa pengaruh buruk padaku. Betul?

Bisa jadi iya, bisa pula tidak. 

Sebab mengenai hal ini, mereka sudah sering mengucapkannya. Karena kami memang menghabiskan banyak waktu bersama, ber-delapan. Kemana-mana bersama, bahkan terlambat masuk kelas pun bersama. Berisik di kelas, sudah biasa. Meski aku seringkali menjadi pendengar saja. 

Seperti yang kubilang sebelumnya, lihatlah dari berbagai perspektif. Pertemanan kami ini, jika dilihat sekilas memang seperti membawa pengaruh negatif. Namun sejatinya, tetap lebih banyak positifnya aku berteman dengan mereka. 


Rela menempuh jarak jauh demi menghadiri hari bahagiaku

Boleh aku jabarkan disini? Plus-minus dalam pertemanan kami

  • Berteman dengan mereka, aku jadi lebih banyak belajar. Belajar bersosialisasi, bagaimana sebaiknya bersikap menghadapi berbagai macam karakter kami yang berbeda-beda
  • Masing-masing dari mereka punya kelebihan. Yang kan mereka ajarkan padaku saat aku butuh. Begitupun sebaliknya
  • Dari mereka aku belajar kekompakan. Saling bantu, saling traktir gantian, saling menghibur satu sama lain
  • Bersama mereka, lingkaran pertemananku makin meluas. Jaringan temanku makin banyak dan beragam
  • Mereka teman yang setia. Selalu melindungi. Dan selalu membela jika memang butuh dibela
  • Aku jadi lebih mengenal dunia luar. Banyak berpetualang ke tempat wisata hingga pelosok Jakarta

Minusnya memang diriku pribadi jadi lebih longgar memegang nilai disiplin belajar yang selama ini kupegang. Sering datang terlambat di kelas, bolos setoran tahfidz hingga bermasalah dan berujung tidak khatam. Tak apa. 

Toh, ilmu Allah itu luas. Tidak hanya di bangku kuliah. Kita juga perlu belajar ilmu kehidupan. Ilmu bersosialisasi. Membaur dengan semua kalangan. Dan mereka memang mendominasi, cocok, klop lah dengan aku yang justru perlu sosok orang lain untuk mengarahkan. 

Meskipun karena terlalu mendominasi nya, kami pernah berselisih paham karena aku dan dua temanku kekeuh dengan paham kami. Dan mereka kekeuh dengan pendapat mereka. Akhirnya 'geng' kami terpecah selama beberapa waktu. 

Namun di akhir kami kembali bersama. Dan setelah wisuda, kami rekreasi ke tempat wisata terdekat untuk perpisahan karena harus kembali ke kota masing-masing. Sediiihhh 

Selamat jalan kawan, semoga keberkahan senantiasa tercurah dalam hidup kalian. Sehat selalu, ya. Sukses dengan jalan masing-masing. 

Terimakasih telah memberi warna di hidupku. Yang begitu berarti hingga kini. Pengalaman dan pengetahuan yang kudapat dari kalian berguna untuk hidupku saat ini. Meski kita jarang bertegur sapa, namun nama kalian selalu kusebut dalam doa. 

Yang pada akhirnya berbagai pengalaman kita begitu membekas di hatiku. Tersimpan rapi dalam satu folder khusus, utuh dan selalu memutarkan kenangan yang membuatku tersenyum saat mengenangnya.

Kalo kalian baca ini, ingatkah dengan lagu ini? 

Kamu sangat berarti 
Istimewa di hati
Slamanya rasa ini

Jika tua nanti kita tlah hidup masing-masing
Ingatlah hari ini

Ketika kesepian menyerang diriku
Gak enak badan resah tak menentu
Kutahu satu cara sembuhkan diriku
Ingat teman-teman ku

Don't you worry
Just be happy
Temanmu disini 
(Project Pop) 

 

Niat banget foto di studio (dok.pri)

Jujur, aku rindu.

Rindu kebersamaan kita.

Tawa renyah kalian, ngocolnya kalian, nasihat kalian. 

Aku rindu semua tentang kalian. 








Tulisan ini diikutsertakan dalam 30 days writing challenge Sahabat Hosting







Dimatamu masih tersimpan selaksa peristiwa
Benturan dan hempasan terpahat di keningmu
Kau nampak tua dan lelah
Keringat mengucur deras
Namun kau tetap tabah
Meski nafasmu kadang tersengal
Memikul beban yang makin sarat
Kau tetap bertahan

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar legam terbakar matahari
Kini kurus dan terbungkuk
Namun semangat tak pernah pudar
Meski langkahmu kadang gemetar
Kau tetap setia

Ayah...
Dalam hening sepi kurindu
Untuk menuai padi milik kita
Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu sekarang banyak menanggung beban
(Titip Rindu Buat Ayah - Ebiet G. Ade) 



Hayoo siapa yang baca tulisan di atas sambil nyanyi? Yup. Ini lagu legendarisnya Kang Ebiet G. Ade. Setiap mendengar lagu ini hatiku pasti tersentuh, haru dan sedih inget Bapak.

Beliau sekarang hanya tinggal berdua dengan Mama karena semua anaknya sudah berkeluarga.

Kadang tuh tiba-tiba keinget beliau, sedang apa ya di rumah? Sehatkah? Sering sih telpon atau chat wa, tapi ya tetep beda jika berkunjung langsung kan...

Cuma ya itu, sebagai istri ya kudu manut ama suami... Suami alhamdulillah dikasih beberapa amanah jadi yaa belum bisa sering-sering ke rumah orangtua. Meski begitu tetep diupayakan 3-4 bulan sekali nengokin meski cuma sebentar.

Ngomong-ngomong mengenai bapak, beliau tuh pendiam banget.
Saking pendiamnya sampe-sampe aku tuh segan banget ama beliau. Hmm lebih ke takut kali, ya. Nggak berani.

Dulu tuh kalo minta apa-apa juga nggak berani ngomong akunya. Padahal beliau biasa aja. Sering banget apapun aku pendam sendiri,  selain karena memang aku introvert orangnya.

Sampai sekarang, saat aku sudah berkeluarga dan tinggal terpisah dengan beliau pun komunikasi di antara kami masih terasa agak kaku. Padahal sebenarnya beliau tuh humoris lho orangnya. Tapi ya begitulah beliau.

Aku memang nggak punya banyak kenangan yang memorable ama beliau. Karena beliau jarang di rumah. Selagi almh ibuku masih ada, beliau sering pulang kerja larut malam. Sehingga kami jarang bercengkrama.

Setelah ibuku meninggal saat aku berusia tujuh tahun, bapak mengajakku tinggal dengan ibu tiri yang aku panggil Mama.

Nah selama tinggal dengan mama ini bapak malah pulangnya seminggu sekali karena LDM-an beda kota.

Tapi selagi beliau di rumah, sering nemenin aku ngerjain PR. Kadang bercanda, bercengkrama. Jalan ke taman. Hmm kenangan masa kecil yang cukup indah.

Kini diriku sudah beranjak dewasa. Mengemban tiga amanah dari-Nya berupa satu anak perempuan dan dua anak lelaki.

Aku yang mengalami fatherless dalam keluarga, tentunya tak ingin anak perempuanku mengalami hal yang serupa. Karena sungguh, ketiadaan sosok ayah dalam pengasuhan tuh dampaknya sungguh besar terutama bagi anak perempuan.



So, ada sedikit tips agar sosok ayah turut hadir dan memberikan warna ceria untuk mewujudkan andilnya yang besar dalam pengasuhan anak.


Ini dia tipsnya:


Bicara dari hati ke hati. 
Sampaikan padanya bahwa anak-anak butuh sosok ayahnya ada di dalam keseharian mereka. Benar-benar ada dan membaur dalam dunia anak-anak. Bukan sekedar ada di sampingnya namun pikiran dan hati fokusnya ke yang lain.

Upayakan agar sang ayah yang membangunkan anak-anak di pagi hari dan mengajak anak laki-laki sholat subuh di masjid.
Ini pembiasaan, ya. Agar mereka mendapatkan keberkahan di pagi hari. Bagi anak perempuan, dibangunkan dengan suara ayah dapat membangkitkan rasa aman dan percaya diri, lho.

Ajak ayah bermain bersama. 
Minimal 10 menit saja dalam sehari ajak sang ayah ikut bermain dan berinteraksi dengan anak-anak, terutama yang perempuan, ya. Banyak kok yang bisa dilakukan. Bisa membacakan buku, bermain rumah-rumahan, belajar menulis, membaca, mengaji, mendongeng, dsb.

Ajak ayah menambah wawasan mengenai parenting.
Ini bisa dilakukan dengan cara menghadiri seminar atau kajian parenting, membaca buku, menonton video di youtube, mendengarkan radio, dsb.

Berdamai dengan masa lalu.
Ini tidak hanya untuk Ayah, namun juga sang bunda, ya. Terutama bagi yang dulunya model pengasuhannya adalah patriarki. Dimana laki-laki dimuliakan, yang nggak biasa megang kerjaan rumah tangga. Nah, ini harus menyamakan persepsi dulu. Kudu open minded. Bahwa keluarga ini dibangun bersama, maka menjaganya juga harus bersama. Mengasuh dan mendidik anak bersama, mengerjakan pekerjaan rumah tangga juga bersama. Menciptakan keadaan rumah yang nyaman pun dilakukan bersama.

Jika sang ayah udah terbuka akan lebih mudah untuk membangun kebersamaan dalam keluarga. Sehingga sang ayah bisa benar-benar hadir dalam pengasuhan anak-anak.

Anak-anak pun tidak mengalami fatherless yang bisa mengikis rasa percaya diri mereka.




Puisi untuk Bapak

Hampir dua tahun lalu, aku menuliskan sebuah puisi untuk bapak. Karena aku tak pandai mengutarakan isi hati melalui lisan. So, aku menuliskannya dan memuatnya dalam buku antologi puisi yang berjudul Rindu dan Cinta yang terbit pada 2018 lalu. 


Kepak Rinduku

Di masa kecilku
Engkau begitu dingin
Bibirmu tak banyak mengucap kata
Pun tak banyak gelengan kepala

Di masa remajaku
Tak banyak berubah dari dirimu
Hanya dentingan suara yang mengudara
Karena raga tak sedang bersama

Sering aku berontak
Berulah fana yang tak ada habisnya
Desir egoku bergemuruh
Meminta setitik perhatianmu
Yang tak jua ada

Beranjak dewasa
Barulah ku menyadari
Arti hadirmu dalam kalbu
Makna segala diammu

Disini aku berdiri
Menatap wajahmu lekat
Menggenggam tanganmu erat
Mengurai rindu yang begitu pekat

Hanya kepada-Nya diri bersandar
Menitipkan dirimu yang tak lagi kekar
Bersama cinta yang terus mekar
Menerimaku dengan penuh sabar

Terima kasih Bapak
Karenamu,
Sayapku terus mengepak

Pondok Petir, 08 Februari 2018

Jadi mellow deh nih..... Hiks




Aku kangen Bapak.
Rindu akan petuahmu, yang dulu sering kau tuangkan padaku
Kau isi hatiku yang kosong
Hingga penuh

Aku terpecut, karena ucap dari bibirmu

Kau kirimkan kritikmu,
Ketika skripsiku dangkal
Kau berikan restumu,
Ketika aku dipinang
Kau langitkan doamu,
Ketika aku mulai berjuang

Hingga senyumku dapat terukir
Kakiku mampu tegak berdiri
Semua karenamu
Meskipun kau hanya diam
Namun kutahu, diammu mengandung restu, doa yang kau pintakan ke langit

Menembus cakrawala
Menguasai logika
Mewujudkan cita

Aku makin tegak berdiri
Dirimu mulai terbungkuk
Aku makin bobot berisi
Dirimu kurus seakan layu
Aku merambah berjaya
Engkau bertambah renta

Bapak, ai Love yu
Tapak tilas perjuanganmu
Pengorbananmu
Mendewasakanku

Meski banyak pahit
Asam garam dan sedikit manis
Justru itulah, menguatkanku

Bapak, sehat terus ya
Nantikan saat kita beribadah bersama
Di tanah haram
Menangis
Menengadah pinta 
Wujudkan cita-cita mulia 

Depok, 25 Januari 2020 
Putrimu, 



Selamat menyongsong April yang ceria, ya, Moms. 
Tidak terasa, ya sudah berganti bulan lagi. Hari begitu cepat berlalu.

Sabtu kemarin, tanggal 30 Maret 2019 Adik saya satu-satunya telah resmi jadi istri orang. Alhamdulillah, Bahagia rasanya bisa mendampingi hari bahagianya.
Diriku dengan Adikku. Mirip, gak? Hihihii 

Namun, disaat yang sama, hati ini juga sedih, karena merindukan sosok ibu.

Hanya ini foto almh. Ibu Sriyati yang masih tersisa. Hiks. 

Wajar donk, saya yang tinggal terpisah oleh laut Jawa dengan kedua kakak laki-laki saya rindu ingin berjumpa. Namun ternyata Allah belum berkehendak. Karena mereka yang awalnya berencana akan datang, batal karena kerjaan yang tidak bisa ditinggal. Hiks. Batal ketemuan euy.

Saya pun pulang ke rumah dalam keadaan pedih. Semakin kuat rasa rindu ini pada almarhumah ibu.

Dan ya, saya ingat tahun lalu menuliskan puisi tentang ibu di buku Rindu & Cinta, sebuah karya bersama komunitas Lakshmi Catha.

Komunitas ini terdiri dari sekumpulan perempuan yang ingin terus berkarya. Lakshmi Catha adalah wujud resptesentatif kami, bersama mbak Dian Ika Pramayanti, sang founder. Sayangnya, karena kesibukan masing-masing Lakshmi Catha belum menelurkan karya lagi. Hiks.

Ohya, berhubung saya lagi merindukan sosok ibu, saya baca ulang dan tuliskan disini, ya.

Merindu Ibu


Sosok itu, 
Selalu mendekapku erat
Kala diri ketakutan 

Sosok itu, 
Senantiasa memelukku hangat
Kala tubuh menggigil

Sosok itu, 
Selalu menyunggingkan senyum 
Meski dunia menghina

Sosok itu pula, 
Yang selalu menguatkanku
Kala aku rapuh 
Luruh

Kini, 
Saat aku mampu tegar berdiri 
Ia tak lagi di sisi

Aku merindukanmu, Bu
Sungguh sangat merindu
Entah bagaimana kan beradu 
Rindu ini begitu membelenggu 

Pondok Petir, 1 Februari 2018

Fyuh, rindu ini begitu menyesak menyesap meresap dalam pori-pori tubuhku. Lebay deh


Meski ibu telah lama pergi, namun saya sangat bersyukur karena Allah mengaruniakan seorang ibu mertua yang amat baik, lembut, penyayang bagaikan ibu kandung. Masya Allah, sungguh Allah Maha Adil.

Selain puisi di atas, saya juga menuliskan puisi lain tentang ibu. Kali ini hadiah untuk ibu saya yang masih ada, yakni ibu mertua. Yang hingga kini terus setia mengiringi kami dengan doanya.

Begitu Berharga 


Mencintaimu begitu berharga
Mengunjungimu tiap waktu
Mencium punggung tanganmu 
Mengusap lembut jemari kakimu 

Mencintaimu begitu berharga 
Menyeruput teh bersama 
Bercengkerama penuh makna
Meniti jalan setapak berdua 
Merajut Asa

Mencintaimu begitu berharga 
Meski raga tak lagi meraba 
Tangan tak jua berjabat
Langkah kaki tak pula menapak
Hanya doa yang mampu terucap

Memelukmu dalam doa
Mengasihimu dalam pengharapan
Menyayangimu dalam asa

Persembahan yang hakiki
Penuh harap pada Illahi Rabbi
Engkau dekat di sisi

Karena mencintaimu begitu berharga

Pondok Petir, 08 Februari 2018




Ada juga puisi untuk sosok bapak bagi saya. Akan ditulis di next post, ya.

Semoga dapat mewakili perasaan ini, menghapus lara, mengobati rindu.


Bagaimana kisah Mommy sekalian dengan ibu dan juga Ayah? Mereka memanglah sosok inspiratif bagi kita anak-anaknya. Inspirasi tiada henti datang dari mereka. Ada yang sama kayak saya?




  

Mom, istirahatlah sejenak
Jika kau merasa lelah mendiamkan tangis anakmu yang semakin parah

Mom, istirahatlah sejenak
Jika kau merasa perlu memanjakan tubuhmu yang terasa kaku

Mom, istirahatlah sejenak
Dari segala rutinitas harianmu yang hanya itu-itu

Mom, istirahatlah sejenak
Aduk dan sesaplah secangkir tehmu yang telah kau biarkan dingin

Istirahatlah sejenak, Mom!
Dari kubangan kotoran yang setiap hari menemani harimu

Istirahatlah sejenak, Mom!
Pesan saja makanan melalui ojek online demi memenuhi lapar dan dahagamu

Istirahatlah sejenak, Mom!
Pergilah rekreasi, hirup udara sejuk, pejamkan mata dan rasakan belaian angin sepoi yang lama tak kau rasa

Biarkan anak-anakmu bermain dengan Om, Tante, kakek, nenek atau ayahnya

Mom, jika kau merasa ada yang berbeda dari dirimu
Ada yang berbeda dari sikap anakmu
Ada yang berbeda dari sikap suamimu
Ada yang berbeda dalam pengendalian emosimu
Maka beristirahatlah sejenak

Ambil air wudhu
Gelar sajadahmu
Tundukkan kepalamu
Mengadulah!

Mengadulah hanya kepadaNYA
Biarkan tetes airmatamu jadi saksi
Bahwa hanya sabar dan sholat yang jadi penolongmu.

Mom, istirahatlah sejenak
Biarkan Tangan Tuhan memelukmu
Untuk memberimu kekuatan

Istirahatlah sejenak, Mom!
Hanya sejenak
Karena mereka membutuhkanmu.
Amat membutuhkanmu.

Pondok Petir, 27 Februari 2019
(Ditulis setelah anak-anak menginap di rumah tantenya selama satu malam dua hari. Rumah sepi tanpa mereka, berasa lagi istirahat jadi Ibu)

Baca juga: Kelamku


Sulungku
Kau begitu istimewa.
Pembelajar sejati
Selalu ingin tahu 
Tak pernah merasa puas akan ilmu.

Hatimu begitu lembut, begitu sensitif.
Mudah terluka, mudah pula mengerti.

Maafkan kami, orangtuamu.
Di usiamu sedini ini harus belajar berbagi
Berbagi kasih dan sayang, jua perhatian.
Belum sampai tujuh tahun umurmu
Harus kau mengerti dan memahami
Kehendak kami yang tak jarang berunsur paksaan.

Kebaikanmu tulus,
Ketulusanmu utuh.
Tak lelah meminta, pun tak puas menerima.
Pandai menepati janji, lagi punya pendirian.
Meski seringkali ketakutanmu mengalahkan akal sehat.

Sulungku,
Tetaplah selalu bersinar
Dengan segala keterbatasan kami membimbingmu.

Ingatkan kami,
Jikalau kami tak tepati janji.

Pondok Petir, 21 Februari 2019
Di suatu siang yang sendu. 


Baca juga: Duhai Mama


Hai....hai....halloo.... ☺
Baper gak nih baca puisi di atas? 

Semoga pesan yang tersirat di dalamnya dapat tersampaikan, yaaa. 

Enggak tahu kenapa nih, belakangan ini diriku lagi baper, jadi bawaannya pengen menjahit frasa mulu, untuk mengungkapkan apa yang terpendam. Mau nulis artikel, padahal bahan mah udah ada, ide juga ada, tapi kok ya berat mau mengeksekusi. hufth. 

Balik lagi ke surat cinta, ya. 


Surat Cinta Untukmu, Sulungku. 


Puisi alias surat ini kutuliskan untuk membuat jejak. Mungkin suatu saat ketika Sulungku sudah bisa membaca ia akan membaca tulisan ini. Agar ia tahu bahwa diriku begitu menyayanginya. 


Kadang, aku menangis mengingat nada suaraku yang seringkali meninggi kala polah tingkahnya aktif. Kupandangi matanya yang terlelap, begitu ia berbesar hati menerima diriku sebagai ibu terbaiknya. Yang kadangkala membentaknya, bahkan memberikan cubitan kecil di lengannya. Pun tak jarang aku menghukumnya, saat kesalahan yang sama terulang. 

Beberapa kali kudengar suara protes darinya, kenapa hanya ia yang diingatkan sedangkan adik tidak? 

Bagaikan petir di siang bolong. Aku menangis dalam diam. Ya, aku telah salah. Maafkan aku, Maafkan ibumu, anakku. 

Saat hatiku terluka, kaulah yang menghiburku. Kau katakan, "Jangan menangis Ibu, bila dirimu menangis aku juga akan menangis." Bila hatiku gundah, kau hanya mendiamkanku. Memberiku ruang untuk sendiri, tanpa pernah menggangguku. 

Betapa di usiamu yang sedini ini, kau pandai memahami. Mengerti jika hidup tak selalu bahagia. Adakala lara, duka dan airmata mewarnainya. Betapa kami bahagia memilikimu. 

Ketahuilah anakku, diriku begitu menyayangimu. Izinkanlah kami belajar menjadi orangtua yang baik bagimu. Temanilah proses ini, karena sejatinya kamilah yang banyak belajar dari dirimu. 

Terima kasih Tuhan, Kau kirimkan malaikat kecil di keluarga kami. 

Baca juga: 9 Rekomendasi Mainan Anak Yang Unik dan Mengedukasi
  








Tanpa kusadari
Begitu banyak kelam
Memasuki syaraf pikirku
Hingga hari ini

Betapa aku lemah jika dibandingkan dengan mereka
Aku tak sekuat itu.

Kini ku menyadari
Setiap orang kan punya arti
Melalui hidup yang penuh misteri
Pun kesakitan yang tak terperi

Berapa kali sudah telinga ini mendengar
Kisah pilu wanita bermata nanar
Mengungkap kenyataan yang menggelegar
Sungguh, hatiku begitu bergetar

Kelamku, sungguh berbeda dengan kelammu
Kisah pedihku hanya seujung kuku episode berdarahmu
Setiap kita melewati jalan terjal yang tak pernah sama
Bersabarlah
Kau wanita kuat

Sepahit apapun takdir kehidupan yang harus ditelan
Ingatlah
Kita punya Allah Yang Maha Besar
Panjatkan doa, langitkan pinta

Tetap tegar bertahan setegar karang
Kelak, kau kan memetik buah kesabaran yang kau tanam
Jika tak di dunia,
Di akhirat kelak kau bahagia, aman, nyaman di sisi-Nya.

Baca juga: Menari Dalam Gelap 

Pd. Petir, Februari 2019
14.07 wib.



Duhai Mama,
Mengapa dirimu begitu banyak berbicara
Padahal akupun tak memahaminya

Duhai Mama,
Mengapa dirimu begitu sering menegurku
Padahal aku hanya salah satu kali

Duhai Mama,
Mengapa dirimu menyuruhku mengalah?
Padahal adiklah yang bersalah

Duhai Mama,
Mengapa dirimu selalu mendahulukan adik?
Padahal akulah yang lebih dulu lahir

Duhai Mama,
Mengapa dirimu mudah marah?
Padahal adik hanya sedikit berdarah

Duhai Mama,
Mengapa dirimu tak berhenti menyuruhku mandi?
Padahal aku hanya ingin sedikit bersantai

Duhai Mama,
Mengapa dirimu selalu minta waktu sebentar?
Padahal aku hanya ingin bersandar

Duhai Mama,
Mengapa dirimu selalu memasak lauk kesukaan adik?
Sementara aku jenuh memakan yang sama dengannya

Duhai Mama,
Mengapa dirimu selalu memintaku melihat adik?
Padahal akupun ingin dilihat

Duhai Mama,
Mengapa dirimu telah jarang menuruti inginku?
Katamu karena aku sudah besar
Aku mesti bersabar

Padahal Ma,
Bukankah aku telah lama bersabar?
Aku selalu dinomorduakan

Telah lupakah dirimu?
Ma, akulah yang pertama mengisi hari-harimu.

Duhai Mama,
Aku rindu dipelukmu
Aku rindu disuapi olehmu
Aku rindu dibelaimu
Aku rindu dipangku

Aku rindu masa kecilku.

Suatu saat nanti
Ingatlah Ma,
Ulahku bukan karena ulahku,
Itu karenamu.

Duhai Mama...

Baca juga : Asbab Cinta 


Terdiam merenung di bawah gulungan ombak
Mengenang guliran kabut menyeruak
Tengadah, menunduk, menerima
Suntikan energi
Membias

Menerima
Relakan terlepas
Tadahkan tangan meminta
Hanya kepada Yang Esa
Bersihkan hati, olah pikir merasa

Lepaskan segala beban yang mengganjal
Luapkan semua emosi fana
Bebaskan hati, pikiran 
Jernihkan rasa
Menengadah

Pintaku
Mendekat kepadaMU
Semakin dekat memelukMU
Hingga pertolonganMU datang
Hadirkan solusi indah, buah tawakkal 


Pondok Petir, 14 Desember 2018 
03.45 wib